Kenapa Co-working Space di Kampus Masih Kosong Melompong? Studi Kasus & Solusi Cuan-nya

Anda sering melihat bangunan modern di kampus yang nampak rapi, namun kursinya tetap kosong. Data dari beberapa universitas menunjukkan masalahnya bukan hanya fasilitas, tetapi cara aktivasi yang kurang tepat.
Anda akan memahami perilaku mahasiswa yang belajar secara spontan dan lintas komunitas. Pola ini membuat ruang terawat sekalipun gagal menarik pengguna tanpa program yang jelas.
Pertanyaan penting adalah: apakah jam buka, aturan akses, dan insentif sudah disesuaikan dengan ritme mahasiswa? Keputusan operasional kecil sering berdampak besar pada okupansi.
Di bagian ini, Anda juga akan melihat contoh nyata dan solusi praktis. Untuk referensi studi kasus dan ide aktivasi, lihat studi kasus dan solusi cuan.
Lead: Kampus Berlomba Bangun Ruang Kolaborasi, Tapi Kursi Masih Banyak Lowong
Sejumlah universitas berlomba membangun co-working space sebagai etalase inovasi, namun kunjungan tetap rendah.
Persepsi bahwa fasilitas sudah cukup sering menutup masalah inti. Tanpa orkestrasi kegiatan yang konsisten, ruang jarang dipakai untuk tugas, riset, atau kerja tim.
- Akses yang terlalu formal menghambat spontanitas rapat mendadak.
- Promosi internal sporadis sulit menjangkau komunitas dan early adopters.
- Jam operasional sering bersinggungan dengan jadwal padat mahasiswa.
Tanpa pengalaman end-to-end—dari booking hingga dukungan teknologi—ruang terasa kaku dan tidak ramah pengguna. Governance yang jelas dan tim penggerak diperlukan untuk mengubah fasilitas menjadi lokasi kegiatan yang hidup.
Peta Faktual Ruang Kolaborasi di Kampus Indonesia: Fasilitas Ada, Pemakai Belum Ramai

Meskipun fasilitas ditata rapi, kehadiran pengguna di area kolaborasi belum merata. Anda akan menemukan contoh nyata dari beberapa universitas besar yang menampilkan berbagai model layanan dan aturan akses.
Unpad
Co-Working Space BNI-Unpad di Gedung Kandaga/Perpustakaan Pusat Jatinangor buka setiap hari hingga 22.00 WIB. Akses malam memerlukan KTM, langkah yang memperpanjang jam layanan namun perlu evaluasi efeknya pada kunjungan mahasiswa.
UI dan Binus
UI Works mendukung startup dengan wifi, loker, ruang rapat, dan akses database perpustakaan. Binus hadir lewat BEEHUB dan LKC yang menambahkan area lesehan dan fasilitas olahraga untuk aktivitas lebih santai.
Unair, UGM, Undip, UAJY, UB
Unair menerapkan peminjaman berjadwal di FISIP dan model selektif di Pasai Coworking ASEEC Tower. UGM punya ekosistem berlapis seperti The Gade Creative Lounge dan SGLC. Undip menempatkan ruang podcast dan area UMKM; UAJY menyediakan Digi Lab dengan iMac/iPad; UB mengombinasikan layanan perbankan dan co-working dengan big screen.
| Universitas | Fitur utama | Catatan akses |
|---|---|---|
| Unpad | Jam malam, akses KTM | Lantai 1 Kandaga |
| UI | Wifi, loker, database | Dukungan startup |
| Binus | Diskusi, lesehan, olahraga | Desain ramah aktivitas |
- Intinya: hampir semua institusi menyediakan co-working space dengan fasilitas lengkap, namun pengaktifan program dan kebijakan akses menentukan tingkat penggunaan.
CO-WORKING SPACE KAMPUS 2025: Kenapa Sepi? Dari Aturan Akses hingga Relevansi Kegiatan

Banyak ruang kolaborasi kampus tampak siap pakai, tetapi aktivitas nyatanya jarang terlihat. Anda perlu menimbang aturan operasional dan relevansi program untuk memahami penyebabnya.
Jam operasional dan prosedur peminjaman yang kaku menghambat spontanitas. Di FISIP Unair, ormawa harus mengisi formulir 1 minggu–3 hari sebelum, dengan durasi 2–3 jam dan kapasitas maksimal 10 orang. Aturan ini membuat tim memilih lokasi lain saat butuh rapat mendadak.
Jam layanan yang pendek juga bermasalah. Unpad membuka hingga 22.00 WIB dengan akses KTM malam hari, namun perpanjangan jam perlu diiringi program malam agar trafik tetap stabil.
Mismatch fasilitas dan kebutuhan
Ruang sering lengkap—bean bag, meja, LCD—tetapi minim program pembinaan. Tanpa mentoring, clinic tugas, atau showcase, fasilitas tidak menjawab kebutuhan kerja terapan.
Kurangnya jembatan industri-akademik
Peran dosen sebagai pengampu dan konektor industri belum terstruktur. Tanpa micro-project, challenge mingguan, atau hiring session, ruang kehilangan alasan bagi Anda untuk hadir rutin.
- Manajemen yang memandang space sebagai aset fisik mengabaikan service design—onboarding dan booking cepat.
- Governance lintas unit diperlukan agar kebijakan tidak saling tumpang tindih.
- Contoh baik di UGM dengan beberapa hub menunjukkan bahwa kombinasi fasilitas dan program mampu menarik pengguna.
Untuk referensi studi lebih mendalam, lihat studi memahami ruang kerja bersama.
Dari Sepi Jadi Cuan: Strategi Aktivasi, Kemitraan Industri, dan Monetisasi yang Realistis

Transformasi ruang kosong menjadi pusat aktivitas dimulai dari rencana yang jelas dan terukur. Anda perlu kalender program, peran kurator, dan paket layanan yang mudah dipahami oleh pengguna.
Aktivasi terprogram
Buat kalender 12 minggu: clinic tugas akhir tiap Selasa, sandbox startup lintas prodi tiap Kamis, dan studio project mingguan. Agenda rutin ini memaksa partisipasi dan menghasilkan output nyata.
Integrasikan laboratorium kewirausahaan dengan dosen sebagai coach. Rubrik penilaian di mata kuliah terapan membuat ruang jadi bagian dari proses belajar.
Kemitraan strategis
Contoh blueprint: FT UGM dan Paragon meresmikan Co-Working Space Paragon pada 11 Oktober 2025 dengan 21 booth terbuka. Model ini menunjukkan bagaimana mitra industri mendatangkan traffic dan peluang kolaborasi riset.
Monetisasi sehat & KPI
- Sponsor zona (podcast, design corner) dan tier membership mahasiswa-alumni untuk prioritas booking.
- Paket corporate: tantangan inovasi, clinic rekrutmen, dan uji produk sebagai kontrak jangka panjang.
- KPI yang jelas: jam terpakai per pekan, occupancy per slot, jumlah kolaborasi lintas prodi, deal industri, dan output startup.
| Model | Manfaat | Indikator |
|---|---|---|
| Program 12 minggu | Meningkatkan partisipasi | Jam terpakai / pekan |
| Sponsorship zona | Pendanaan & visibilitas | Revenue per zona |
| Corporate partnership | Project nyata & hiring | Jumlah deal industri |
Dengan komitmen terhadap program, layanan profesional, dan peran dosen sebagai kurator, Anda mengubah fasilitas menjadi lingkungan kerja dan kolaborasi yang produktif.
Kesimpulan
Akhirnya, yang menentukan bukan jumlah co-working space, melainkan bagaimana Anda memanfaatkan dan mengelolanya.
Masalah utama bukan ketiadaan fasilitas, melainkan tata kelola, kalender program, dan jembatan ke industri yang membuat mahasiswa datang rutin.
Ubah aturan akses jadi luwes, susun program mingguan, dan jalin kemitraan nyata agar space berfungsi sebagai pusat produktivitas bagi seluruh civitas.
Pastikan ada komitmen lintas unit, pendanaan berkelanjutan, dan KPI terukur supaya investasi di kampus memberikan manfaat nyata.
Dengan lingkungan yang inklusif, mudah dipakai, dan berorientasi hasil, Anda dapat mengubah ruang kosong menjadi magnet inovasi. Pelajari manfaat dan contoh implementasi di working space kampus.




